Terbitnya matahari menunjukan bahwa pagi hari telah datang dan malam telah pergi yang membangunkanku dari tidurku untuk segera mandi. Saat ingin berangkat kesekolah, sialnya sepedaku tak ada di rumah, “mungkin sepedaku sedang dibawa oleh kakakku…” ku berfikir dalam hati. Saat itu juga ibuku berkata, “Jo Paijo kenapa belum berangkat kesekolah.” Belum bu sepadaku ga ada…” jawabku. “oo..h sepeda kamu tuh dibawa sama ayah kamu sebaiknya kamu jalan kaki saja” sahut ibuku dengan mendekatiku. “Iya bu, assalamu’alaikum” jawabku dengan bersalaman dengan ibuku. “walaikumsalam” sahut ibuku menanggapi salamku.
* * * * *
Sesaat aku pergi kesekolah tepatnya di jalan dekat perumahan aku melihat seorang perempuan sedang berjalan menuju kesekolah, ku segera mendekatinya sambil berfikir,” moga-moga perempuan itu satu sekolah denganku, mungkin aku bisa setiap hari bertemu dengannya, mungkin karena aku baru masuk kesekolah jadinya aku belum kenal dia…” belum sampai disampingnya dia menoleh kebelakang dan memandangku dengan senyumnya yang manis dengan malu-malunya aku menatapnya dengan gugupnya aku memandangnya sampai-sampai ga tahu kalau didepanku ada jalan yang berlubang, sialnya lagi aku tersandung lubang itu dan akhirnya aku jatuh. Saat itu juga gadis itu mendekatiku dan dia berkata, “mas…mas kamu ga papa, sakit ga…?” “ga…pa…pa ko…cah ayu” jawabku dengan perasaan malu dan gugup. Saat itu juga aku terus merasa malu dan gugup saat berjalan disampingnya menuju kesekolah bersamanya.
* * * * *
Sesampainya di sekolah kami berpisah karena dia ingin pergi ke perspustakaan sedangkan aku mencari-cari dimana kelasku berada. “maklum aku itu anak baru di sekolah ini” ku berkata didalam hati sambil mencari dimana kelasku berada. Pada waktu itu aku kebingungan untung saja ada seorang guru yang menanyaiku,” De sedang apa berjalan mondar-mandir kesana-kesini sampeyan lagi bingung?” “Nggih pak kulo menika lagi kebingungan teng pundi nggih pak kelas sedoso tigo menika?” jawabku dengan basa krama maklum dia itu guru basa jawa. “Ooh adhe anak baru toh, adhe kesana aja kelasnya dekat kantin”. Jawab pak guru itu dengan menunjukan kemana aku harus pergi. “Nggih matur nuwun pak” jawabku sambil mengangguk. “Nggih sami-sami” jawab pak guru itu.
* * * * *
Setelah kelasku kutemukan, aku segera masuk kedalam kelasku itu sambil mengetuk pintu kelas dan memberi salam saat itu juga perasaanku kembali gugup dan malu karena saat aku masuk pandangan mata semua siswanya memandangiku. “Walaikumsalam” sahut wali kelas sepululuh tiga yang pada saat itu sedang mengajarkan pelajaran Bahasa Indonesia dan dialah yang memperkenalkanku dengan semua siswanya dengan memberitahu siapa nama saya, pindahan dari sekolah mana, alamat rumaku dan lain-lain. Setelah aku selesai memperkenalkan diri kepada sahabat-sahabat baruku itu aku segera menempati duduk yang sudah disediakan namun pada saat aku berjalan menuju ke tempat dudukku itu yang ternyata aku duduk di belakang tempat duduk perempuan, ternyata yang menempati tempat duduk itu anak yang kutemui pada waktu aku berangkat ke sekolah, aku menyadarinya saat dia kembali dari perpustakaan karena dia diperintah bu guru untuk mengambil buku paket Bahasa Indonesia saat dia menempati tempat duduknya dia memandangiku dan dia kembali memberi senyumnya yang manis itu. Pada saat itulah aku mulai menerima pelajaran yang pertama di sekolah baruku itu. Aku menjalani pelajaran itu dengan baik dan lancar.
* * * * *
Tet….tet….tet… suara bel berbunyi yang menandakan bel pulang aku segera pulang kerumah dengan cepat karena di rumah aku ingin membantu ayahku menjual lukisan-lukisannya karena ayahku sangat pandani melukis. Sesampainya di rumah aku lekas berangkat ke kios lukisan ayahku karena kiosnya dekat dengan rumahku, di sana aku menjaga, merawat serta membantu menjual lukisan ayahku itu. “Ya allah moga-moga aku bisa melukis seperti ayahku itu” ku memikirkanku di dalam hati setiap saat aku berada di kios. Hari itu juga ayahku akan pergi untuk mengantarkan pesanan pelanggannya pada saat itulah aku coba-coba untuk melukis di kanvas yang sudah tidak dipakai lagi oleh ayahku. Namun pada saat aku menghayati untuk melukis lagi-lagi aku terus terganggu oleh para pembeli dan pemesan lukisan maklum ayahku itu pandai dalam melukis apa yang dipesan oleh pelanggannya. Pada saat itu juga aku terus menggambar tetapi pada saat asyiknya melukis ayahku pulang dan melihat aku sedang melukis. “wah bagus banget lukisan mu jo, ngga salah aku punya anak sepertimu” kata ayahku sambil mendekatiku dan melihat hasil lukisanku yang belum jadi. “Ayah udah pulang, maaf ya yah kalo aku pakai kanvas dan pewarna bapak untuk melukis tanpa sepengetahuan ayah” jawabku dengan merasa menyesal. “ngga papa ko jo terusin aja lukisanmu biar kamu punya hasil karya kamu sendiri” sahut ayahku sambil memperbolehkanku untuk melanjutkan untuk melukis setelah hari menjelang sore kami segera pulang kerumah untuk bergegas membantu ibu di rumah tetapi lukisan yang aku lukis sendiri itu belum selesai oleh ayahku diperbolehkan untuk dibawa pulang agar aku bisa menyelesaikannya agar aku mempunyai karya lukisan dengan jeripayahku sendiri.
* * * * *
Sesampainya dirumah kami segera mandi dan membantu ibu setelah kami selesai mandi agar semua pekerjaan ibuku selesai. Alarm jam pun berbunyi pada jam 06.00 aku segera mendi agar tidak terlambat kesekolah sesaat aku di jalan aku kembali bertemu dengan perempuan yang temui kemarin pagi karena aku membawa sepeda dan perempuan itu berjalan kaki aku menawari tumpangan padanya dengan malunya dan gugup aku berkata,” Cah ayu bo…leh aku me…nawari tum….pangan padamu, agar kaaamu sa…mpai di seeeekolah dengan ceee….pat.” “kooo mas manggil aku cah ayu mang kamu belum tahu namaku yaah, kalo kamu ngga beratan nih nganterin aku ke sekolah aku mau ko mas” dia menjawabnya dengan tersenyum menerima penawaranku untuk mengantar ke sekolah bersama-sama. “kalau boleh tahu nih nama kamu tuh siapa sih cah ayu?” ku melontarkan sebuah pertanyaan kepadanya “ Oh kalau namaku tyas dewi rahmawati, lalu nama kamu itu siapa?” dia jawab kembali dan melontarkan sebuah pertanyaan padaku. “oh nama kamu tyas dewi rahmawati kalau boleh aku manggil kamu tyas yah? Kalau nama aku Paijo dwi prasetya namaku jeleknya maklum aku kan berasal dari jawa” ku jawab pertanyaannya kembali. “boleh deh kalau kamu mau manggil tyas, terserah kamu aja mau manggil apa aja asalkan jangan menghina, nama kamu bagus ko kamu jangan merasa kalau nama kamu itu jelek seharusnya kamu bersyukur kamu dinamai nama seperti itu meskipun dimata orang lain nama kamu itu jelek” jawab tyas. Saat itulah kami berdua berkenalan satu sama lain sambil bersepeda ke sekolah.
* * * * *
Akhirnya kami sampai di sekolah tidak terlambat, di sekolah kami mendengar kalau di sekolah mengadakan sebuah lomba melukis dengan syarat setiap anggota peserta beranggotaan dua orang. Saya terus berfikir di dalam kelas untuk mengikuti atau tidak penyelenggaraan lomba lukisan tersebut. Bel istirahat berbunyi tak biasanya tyas mendekatiku untuk berbicara denganku, “mas paijo kamu ngga ikut lomba melukis bukannya kamu anak penjual pelukis dekat perumahan itu” aku segera menanggapai pembicaraannya, “ mang kamu tahu dari mana kalau ayah aku pelukis?” “ aku tahu dari ayahku lah kan dia kemarin memesan sebuah lukisan dan aku ikut dengannya dan tidak sengaja aku melihat kamu sedang merapikan hasil karya ayahmu” jawab tyas. “Bagaimana mau ikut yas siapa sih yang mau mendampingiku mengikuti lolmba itu” jawab ku. “ Kalau boleh nih aku mau ko jadi pendampingmu mengikuti perlombaan itu” jawaban tyas menanggapi pertanyaanku dengan tersenyum malu-malu. Setelah kami membicarakan keinginan untuk mengikuti perlombaan itu dan merencanakannya.
* * * * *
Setelah semuanya matang kami merencanakan untuk berlatih melukis di kios ayahku saat kami menuju ke kios ayahku aku merasa gugup berjalan berdua dengan dia apalagi dia berjalan berdekatan denganku.
* * * * *
Sesampainya di kios ayahku aku meminta izin pada ayahku untuk memperbolehkanku dan tyas belajar melukis, “yah yah boleh ngga aku berlatih melukis dengan tyas temanku?” “boleh silakan saja, ini jo lukisanmu yang kemarin kamu lukis.” Ayah menjawab pertanyaanku dan memperbolehkanku berlatih melukis dengan tyas sambil menunjukan hasil lukisanku yang belum jadi sepenuhnya.” “Mas paijo… lukisanmu bagus banget.” sahut tyas memotong pembicaraanku dengan ayahku, “ngga juga ko yas aku juga asal-asalan saat itu aku melukisnya hanya coba-coba.” jawabku kepada tyas. Saat itu juga aku, ayah dan tyas saling berbicara satu sama lain tentang lukisanku. Karena aku dan tyas sudah diperbolehkan untuk berlatih melukis kami segera berlatih, saat melukis aku tidak sengaja memegang tangannya tyas karena pada saat itu aku ingin mengambil sebuah kuas yang berada di samping tyas mungkin karena aku saat mengambil kuas itu aku ngga melihatnya namun apa yang terjadi aku memegang tangannya sungguh aku malu pada tyas karena baru pertama ini aku memegang tangan dia, “maaf aku ngga sengaja.” aku berkata pada dia. “Ngga papa ko mas kalo sering sering juga boleh ko mas” dengan tersenyum dia menanggapi perkataanku. Aku merasa sangat malu dan gugup saat aku mendengarkan perkataan tyas, “Oh ya tuhan apakah ini namanya cinta.” ku ucapkan sebuah kalimat di dalam hati. Aku tak sanggup untuk mengucapkan sebuah kalimat untuknya. “Alhamdulilah, yaaaas yass lukisan kita udah jadi.” aku berkata pada tyas karena lukisan yang aku lukis telah selesai. “Mana-mana aku mau lihat, waaaaaah bagusnya lukisanmu mas paijo aku ngga salah bergabung sama kamu.” jawab tyas dengan memuji hasil karyaku dengan lembut. “Jangan terlalu memuji begitu yas mungkin lukisanku ini lebih jelek dari lukisan peserta lainnya” jawabku, “Aku yakin kalau kamu pasti menang janganlah kamu minder dan mudah menyerah.” “Ya, terima kasih atas saranmu yas.” Jawabku “yah udah aku mau pulang dulu, hari udah sore entar aku dimarahin orang tuaku.” Jawab tyas. Aku ingin mengantarnya tetapi dia menolak mungkin karena dia tak mau merepotkanku. Karena hari menjelang sore aku dan ayah pulang kerumah maklumlah setiap hari menjelang sore kami harus segera pulang untuk membantu ibuku.
* * * * *
Esok harinya sekitar jam 7.30 pagi semua siswa kelas sepuluh dan kelas sebelas dikumpulkan oleh wali kelas masing-masing untuk mempersiapkan peserta dari kelas masing-masing, pada lomba melukis ini terdapat tiga puluh enam grup peserta melukis di kelas kami terdapat empat grup munngkin karena minat dari kelas kami sedikit dalam bidang ini. “Tyas…Tyas apa kamu dah siap untuk mengikuti perlombaan ini?” perkataanku kepada tyas untuk memastikan kesiapan tyas. “Aku sedikit gugup nie takut entar kita kalah jo nah kalau kamu sich jo?” jawab tyas, “sama sih aku juga gugup oleh karena itu kita harus berdo’a dahulu agar pada perlombaan nanti kita dapat memenangkan perlombaan ini meskipun lawan-lawan kita pandai melukis” jawabku. Saat kami selesai mempersiapkan peralatan melukis kami dan berdo’a kami segera menuju ketempat perlombaan yang telah tersediakan. Selama kurang lebih 3 jam perlombaan ini berlangsung kami telah menyelesaikan perlombaan ini dengan baik dan lancar. Tyas berkata,” alhamdulilah jo paijo kita berhasil menyelesaikan perlombaan ini, mudah-mudahan kita dapat menang ya jo…” “amien…amien…amien” jawabku. Karena perlombaan ini telah selesai dilaksanakan semua siswa diperkenankan untuk pulang sekolah karena pengumuman akan diumumkan pada hari esok.
* * * * *
Kami berdua memutuskan untuk pulang ke rumah diperjalan kami bersenda gurau dan bercanda-canda, saat itu tyas ingin mengucapkan sebuah pertanyaan, “jo paijo aku mau mengatakan sesuatu nih kepadamu tapi kamu jangan marah yah” “iya aku ngga akan marah mang kamu mau mengatakan apa?” jawabku, tyas berkata kembali kepadaku, “ jo aku…aku ( dia berkata dengan gugup dan malu untuk mengucapkan sesuatu kepadaku ) ngga jadi dech mungkin besok-besok aja yach” “oh ya dah kalo kamu ngga jadi untuk mengatakan itu” aku menanggapi ucapannya serta aku berfikir mungkin ada yang disembunyiin oleh tyas kepadaku. Saat itu juga saya memikirkannya apa yang disembunyiin oleh tyas sampai-sampai aku ngga tidur sampai jam 10 malam,”ada apa yah, apa yang disembunyiin oleh tyas” aku berkata dalam hati.
* * * * *
Keesokan harinya seperti biasa aku berpamitan kepad orang tuaku dan meminta do’a padanya agar aku dapat memenangkan perlombaan itu, sesampainya di sekolah aku bertemu tyas di sekolah kami pada saat itu aku terus menunggu perkataan yang akan diucapkan tyas sampai-sampai aku melamun dan menabrak tiang kelas, “aduuuh !” aku berkata pada saat menabrak tiang reklame. “Hati-hati donk kalo sedang jalan, kamu ngga kenapa-kenapa kan jo?” sahut tyas “ngga papa koh, oh yah ayo cepat bentar lagi kan mau diumumkan pemenang-pemenang perlombaan melukis kemarin.
* * * * *
Sesampainya di sekolah, kami segera menuju ke lapangan karena disana sudah berlangsung pengumumannya. Kami mendengar pembicaraan pak kepala sekolah akhirnya pengumuman siapa yang menang akan dimulai, kepala sekolah mengumum- kannya dari sepuluh besar, saat kepala sekolah berkata, “sekarang bapak akan mengumumkan peringkat tiga besar.” Saat itu aku dan tyas berdebar-debar siapa yang akan juara apakah kami ataukah dari peserta lainnya. “Peringkat tiga adalah kelompok andi dan joko ( mereka berasal dari kelas XI ) selanjutnya yang berada pada peringkat kedua ini berasal dari kelas X yaitu dari kelas X3 ( saat kepala sekolah mengucapkan kelas X3 kami mulai was-was apakah kami yang berada diperingkat itu ) adalah paijo dan tyas ( “ horeee kita menang joooo, alhamdulilah kita dapat pringkat kedua” ucapan kemenangan dari tyas ) sedangkan peringkat pertama ini berasal dari kelas XI yaitu raka dan mila, selamat pada para pemenang.” Meskipun kami berdua hanya bisa menempati peringkat kedua kami merasa bangga dan senang karena hanya kami yang bisa memasuki peringkat tiga besar dari kelas sepuluh.
* * * * *
Diperjalanan pulang tepanya dekat jembatan tyas ingin memberikan sesuatu kepadaku entah apa yang dia berikan karena benda tersebut terbungkus kertas dengan baik. Tyas berkata, “ jo ini ada sesuatu untuk kamu tolong yah diterima ini sebagai ucapan terima kasih kepadamu karena tanpamu kita ngga akan menang” “ya aku terima, mang kenapa sih ko kamu memberikan ini untukku bukannya kemenangan ini juga berkat kamu” jawabku. “Jo sebenarnya aku… ( bersamaan dengan perkataan tyas aku juga mengatakan sesuatu yang sama persis padanya,”yas sebenarnya aku…” )”. Kami berdua saling memberi kesempatan untuk mengucapkan pertama, namun Karena aku seorang laki-laki aku menyerah dahulu untuk mengatakan sesuatu padanya dengan perasaan malu dan gugup, “tapi kamu jangan marah, se…be…narnya a…ku su…ka sama ka…mu yas…” “sebenarnya aku juga suka sama kamu jo tapi aku malu mengatakan ini padamu.” Sahut tyas dengan tersenyum dan lemah lembut. “Hatiku terasa berdetak lebih cepat dari biasanya mungkin karena aku sedang jatuh cinta apa yah ?” aku mengucapkan ini didalam hati. Saat itu juga kami salin tersenyum dan malu-malu maklum baru jadian, aku juga diperbolehkan oleh tyas untuk membuka hadiah yang diberikan oleh tyas yang ternyata dia melukiskanku sebuah lukisan pemandangan indah dan terdapat sebuah huruf paijo and tyas di dalam lyukisan tersebut, betapa hatiku terasa melayang di udara.
* * * * *
Sesampainya di rumah aku segera meletakan lukisan pemberian tyas di dinding kamarku agar setiap hari aku bisa melihatnya. Karena aku sudah diberikan sebuah lukisan oleh tyas sebagai tanda cintanya dia padaku aku segera membuat sesuatu padanya yaitu sebuah rumah-rumahan yang di dinding rumah-rumahan tersebut tertulis sebuah lukisan paijo “n” tyas.
* * * * *
Keesokan harinya aku segera berangkat ke sekolah agar aku dapat memberi- kan hadiahku pada tyas, “Eeee mau kemana nih adheku yang lagi jatuh cinta” kata kakakku padaku. “Ngga ko kak, ya udah aku mau berangkat kesekolah assalamua’alaikum” jawabku, “walaikumsalam” jawab kakakku ( kakakku ini bernama Galih). Sesampainya di jembatan aku bertemu dengan tyas sang kekasihku, “yas met pagi nih” kataku padanya. “Met pagi juga, yank bukannya kita udah jadian ko kamu masih manggil aku tyas” jawab tyas, “oh iya, ini yank aku memberikanmu sesuatu untuk membalas hadiahmu yang kemarin terimalah jangan ditolak yah.” Jawabku. “Iya aku terima, makasih yach.” Hubungan kami tak putus walaupun kami berbeda kelas di kelas XI.
**** TAMAT****